Selasa, 17 Maret 2009
Pilih yang Ahli dan Peduli
Demokrasi adalah istilah yang sangat populer. Dalam wacana politik Indonesia kontemporer, popularitas demokrasi bahkan tidak tersaingi (Gaffar, 2007). Demokrasi didambakan semua orang, terutama yang memiliki kesadaran politik, untuk bisa terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa demokrasi akan lebih banyak membawa maslahat. Padahal, menurut Huntington (1996), di samping bisa menjadi jawaban atas persoalan otoriterianisme, demokrasi pun dapat menumbuhkan inefisiensi (pemborosan) dan ketidakpastian.
Untuk itulah, pemilu langsung sebagai turunan dari sistem demokrasi Indonesia acap digugat berbagai pihak, khususnya yang rajin mencermati proses politik dan perhelatan demokrasi di Indonesia. Gambaran pemilu yang ideal (bebas, jujur, adil, dan kompetitif) yang melahirkan wakil-wakil rakyat serta pemimpin yang amanah dihadapkan kenyataan perilaku caleg¬caleg serta kandidat yang tidak mencerminkan itikad untuk membangun kesadaran, kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas.
Namun, pemilu 2009 tetap menjadi mekanisme terbaik saat ini yang harus dilanjutkan dan dijalani. Masyarakat tetap harus terus belajar memilih calon pemimpin terbaik.
Terbitnya amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan anggota legislatif melalui suara terbanyak, mengisyaratkan tegas bahwa pemilu kali ini masyarakat tidak memilih partai, tapi fokus kepada figur atau sosok-sosok calon wakilnya di lembaga legislatif.
Dalam terminologi arab, pemimpin direpresentasikan sedikitnya ke dalam 3 kalimah (kata). Masing-masing kata mewakili sifat atau karakteristik tertentu dari pemimpin. Pertama Ra’in (penggembala) yang bermakna pemimpin harus dapat memfasilitasi yang dipimpinnya untuk menemukan jalan dan tempat meraih tujuan, menjaga serta melindungi. Kedua Amiir (pengelola, administratur) yang berarti memiliki kapasitas, pengalaman serta kecakapan mengelola urusan-urusan, publik maupun privat. Dan yang
ketiga Waliy (wakil, teman) yang diterjemahkan merakyat, sensitif, responsif terhadap aspirasi yang dipimpinnya.
Melalui standar atau kriteria sederhana di atas, masyarakat dapat menyaring calon-calon pemimpin hingga mendapatkan pemimpin yang pantas. Kenali sang calon atau kandidat. Pelajari latar belakang, pengalaman, keahlian serta aktivitasnya yang menggambarkan kepedulian terhadap publik. Hindari pemikiran instan atau pragmatisme sempit seperti memilih nu asal kahartos, karaos, jeung gede artos. Mewujudkan demokrasi yang persis kita dambakan dapat dimulai dengan menempatkan wakil-wakil rakyat yang memiliki latar belakang keahlian dan kepedulian.
Dengan begitu, hasil yang kita peroleh akan sesuai dengan biaya mahal yang negara (baca: kita) keluarkan untuk menyelenggarakan sebuah pemilu. Dan kita dapat menyongsong gelaran pesta demokrasi dengan harapan pemilu 2009 membawa berkah, tidak musibah. Jika bukan kita yang memulai, siapa lagi?
Salam hangat,
Ir. Siswanda Harso Sumarto, MPM
Caleg DPR RI No. 9 dari Partai Amanat Nasional No.9 (PAN), Daerah Pemilihan II Jawa Barat (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat)
PILIH NU SURTI TUR PADULI
Sebuah gagasan dan cita cita harus didukung oleh kebijakan politik
Note: Saya sangat gembira dan senang untuk membaca setiap respon di blog saya ini, dan saya akan berusaha untuk membalasnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar