Jika anda datang ke Majalaya, pastikan kita akan membaca spanduk besar yang dipasang warga bertuliskan “Selamat datang di kawasan wisata banjir. Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, ngan banjir ukur keur rakyat! Bade iraha atuh Kang pangerukeun teh, bade ngantosan korban jiwa deui?” itulah salah satu media protes warga Majalaya kepada pemerintah karena lamban mengatasi banjir.
Itu bukan ucapan selamat datang bagi wisatawan, tapi melainkan aksi protes warga untuk pemerintah karena dinilai lamban dalam penanganan banjir di daerah industri tekstil ini. Pada musim hujan, kawasan di bantaran Sungai Citarum ini memang langganan banjir. Air merendam sedikitnya 4 desa yaitu, Desa Majalaya, Majakerta, Majasetra dan Sukamaju.
Ratusan rumah terendam. Begitupun dengan fasilitas publik seperti pasar, rumah ibadah dan sekolah ikut tergenang. Sejumlah kerusakan infrastruktur membuat warga meradang.Aktifitas ekonomi dipastikan lumpuh, belum lagi sejumlah dampak yang ditimbulkan pasca banjir seperti, kesulitan air bersih, ancaman wabah penyakit, lumpur tebal yang menutupi jalan dan drainase menjadi potret buram saat banjir menghadang.
Korban Jiwa.
Banjir seolah menjadi teror bagi warga, karena kejadian ini dipastikan terulang setiap tahunnya. Hal inilah yang membuat Komite Penanggulangan Banjir Majalaya (KPBM) angkat bicara. Sejumlah program penanggulangan,pencegahan, sampai pendampingan terhadap kebijakan lokal, regional dan nasional dirancang untuk menghasilkan solusi-solusi alternatif untuk penanganan banjir Majalaya. Salah satu program yang ditawarkan lembaga inisiatif warga ini adalah pembuatan danau buatan.
Ketua Komite Penangulangan BanjirMajalaya, Satja Natasaputra menyatakan tahap awal penanggulangan banjir adalah dengan langkah pengendalian banjir.
Satja menjelaskan, area genangan yang dimaksud sebetulnya sudah ada. Menurutnya Di salah satu titik daerah aliran sungai tersebut, daerah selatan pusat Kecamatan Majalaya (± 2.000 M dari Alun-Alun Majalaya) terhampar pesawahan tanah carik desa dan tanah sawah penduduk dengan luas sekitar ± 56 Ha (Wiki Mapia).
Bahkanpadahamparanlebihkeselatan,lanjutnya, di seberang Sungai Citarum terdapat hamparan sawahdenganluas±98Ha(WikiMapia).Hamparan sawah tersebut merupakan datarannya rendah, sebagian atau seluruhnya ± 150 Ha dapat dijadikan “danau buatan” yang bisa berfungsi menjadi area genangan masal dan bisa menjadi solusi banjir dari Majalaya sampai Dayeuhkolot.
“Kalau saja hamparan sawah tersebut dijadikan danau buatan atau embung-embung air atau apa saja namanya, serta dirancang dengan kedalaman 6 meter maka air yang diparkir di sana akan mencapai 7.500.000 m2. Dengandemikian bisa langsung didapat manfaatnya,” ungkap Satja.
Kepala Divisi Community Development Perkumpulan Inisiatif yang juga anggota KPBM, Wulandari menegaskan faktor penyebab banjir rutin di Majalaya adalah belum memadainya infrastruktur drainase kota, penyempitan dan pendangkalan DAS Citarum, berkurangnyawilayah resapan dan genangan, sedimentasi, dan terjadinya alih fungsi lahan hutan konservasi menjadi lahan pertanian musiman (holtikultura) di daerah hutan yaitu di Gn. Rakutak, Gn. Wayang, Gn. Pasir Pogor, Gn. Mandala Haji. Kawasan hutan itu berada di Kecamatan Ibun, Pacet, Kertasari.
“Daya juang warga dalam mengatasi banjir saya rasa sudah optimal, namun ketidakseriusan itu malah datang dari para penguasa.” Katanya.
Salam hangat,
Ir. Siswanda Harso Sumarto, MPM
Caleg DPR RI No. 9 dari Partai Amanat Nasional No.9 (PAN), Daerah Pemilihan II Jawa Barat (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat)
PILIH NU SURTI TUR PADULI
Sebuah gagasan dan cita cita harus didukung oleh kebijakan politik
Note: Saya sangat gembira dan senang untuk membaca setiap respon di blog saya ini, dan saya akan berusaha untuk membalasnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar